Senin, 27 Oktober 2014

Sagopi, Korban Feodal Bukan Sundal



            Mungkin kebanyakan orang, dalam hal ini penggemar wayang masih asing dengan nama Ken Sagopi atau Nyai Sagopi. Sebagian kecil sudah mengenal Sagopi sebagai istri dari Demang Antagopa atau Demang Sagopa, yang mengepalai sebuah Kademangan bernama Widarakandhang, yang terkenal sebagai tempat persembunyian para putra raja Mandura yaitu Kakrasana / Baladewa, Narayana / Kresna, dan Rara Ireng / Sembadra dari ancaman pembunuhan oleh Adipati Sengkapura, Kangsadewa, yang merupakan anak angkat dari Raja Mandura saat itu, Prabu Basudewa.
Saat itu Kangsadewa sangat berupaya untuk membunuh para putra raja karena dia beranggapan jika seluruh putra raja dilenyapkan khususnya Kakrasana dan Narayana, sedang Rara Ireng ia peristri, maka dialah yang akan menerima tahta Mandura selanjutnya. Maka Kangsa mulai melakukan beberapa tindakan makar untuk menjaga stabilitas keamanan Mandura, termasuk mencari tempat persembunyian para putra raja.
Lalu mengapa Sagopa dan Sagopi rela untuk mempertaruhkan nyawa mereka demi merelakan Widarakandhang sebagai tempat persembunyian  3 putra raja tersebut. Motivasi keduanya tentu berbeda. Sagopa,yang ketika mudanya adalah saudara seperguruan Raja Basudewa dan juga sebagai warga Negara  tentu merasa bahwa ia harus ikut serta dalam bela Negara dengan menyelamatkan pewaris tahta yang sah. Selain itu mana mungkin Sagopa bisa menolak permintaan atau lebih tepatnya perintah raja. Bukankah titah raja protokolernya adalah siap laksanakan, tak bisa menolak.
             Beda Sagopa, beda pula Sagopi. Wanita paruh baya yang masih terlihat gurat – gurat kecantikan di waktu mudanya memiliki cerita masa lalu yang berbeda dengan Sagopa, bahkan lebih rumit dan kompleks mengenai hubungannya dengan Basudewa, bukan sekedar hubungan antara penguasa dan rakyat jelata, bukan. Perlu diketahui, ketika masih muda, Ken Sagopi yang saat itu masih bernama Ken Yasuda adalah Wiraswara ( penyanyi ) dan Penari di Istana Mandura ketika pemerintahan raja Kunthiboja, ayah Basudewa. Meski berasal dari desa namun kecantikan Yasuda sedah melegenda di kalangan keraton. Pembawaan yang sederhana namun menawan, anggun tanpa banyak tingkah yang disengaja, tentu akan membuat siapapun terbuai oleh citra Ken Yasuda. Apalagi ditambah dengan gerak tari yang gemulai dan suara yang merdu, membuat kecemerlangannya kian komplit.
Banyak abdi dalem bahkan tidak sedikit pejabat keraton yang menaruh hati pada sosok Yasuda, namun tidak satupun yang berani  mrngungkapkan perasaan mereka. Apa pasal ? bukankah mencintai dan keinginan memiliki adalah kodrat manusia ? bukankah Yasuda hanyalah gadis desa yang tentu tidak banyak permintan ? Ya, setiap orang di dalam dinding  keraton tentu tahu bahwa ada seorang  yang juga memuji kesempurnaan Yasuda. Bukan pria sembarangan, ya dialah putra sulung raja sekaligus putra mahkota kerajaan, yaitu Basudewa. Setiap diadakan penyajian kesenian di istana tentu Basudewalah yang paling tak sabar menantikan penampilan Yasuda, tiap ada waktu luang pasti digunakan Basudewa untuk berbincang atau sekedar menyapa Yasuda.
Pertemuan yang intens dan dengan kuasa yang dimiliki Basudewa, tak sulit baginya untuk mendekatkan dirinya dengan Yasuda. Hingga di suatu kesempatan, pangeran mahkota dan gadis desa itu melampaui batasan yang paling tegas. Ya, calon Raja Mandura telah menghisap madu kenikmatan dari bunga desa yang baru mekar itu. Akibatnya tentu bisa dirasakan, Yasuda mengandung benih trah Kerajaan Mandura, benih putra mahkota, dan pasti juga akan menjadi pewaris tahta kelak. Namun Yasuda juga menyadari dia hanyalah gadis desa, mana mungkin dia akan menjadi seorang istri pangeran, menjadi permaisuri, apalagi menjadi ibu suri kelak. Jangankan permaisuri, selirpun sepertinya mustahil. Tak apalah, toh ia tidak mencintai Basudewa, ya dia tidak mencintai Basudewa. Ia melakukannya hanya semata sebuah pelayanan rakyat terhadap perintah dari penguasa.
Penyesalan tentu mengalir deras dari diri Basudewa, gelora jiwa mudanya telah membuyarkan akal jernihnya. Nalar seorang ksatria calon raja telah hanyut oleh nafsu birahi seorang pemuda. Nasi telah menjadi bubur. Benih yang dikandung Yasuda lama – lama kian membesar, ia khawatir jika ia berterus terang kepada ayahnya ia akan kehilangan tahta karena dianggap mempermalukan kerajaan. Bisa saja tahta akan jatuh ke tangan adiknya, Arya Prabu Rukma, atau si bungsu, Ugrasena. Kebingungan dan ketakutan yang menyelimutinya mengantarkannya untuk pergi ke Widarakandhang, menemui Sagopa, saudara seperguruannya.
Dengan merengek bak anak kecil meminta mainan, Basudewa memohon bantuan Sagopa, meminta Sagopa untuk mau menampung Yasuda dan bayi yang dikandungnya. Sagopa sudah paham dengan sifat saudara seperguruannya itu, apa yang diinginkan harus tercapai.ia menyanggupi dan dia juga bersumpah selibat, tidak akan menikah maupun berhubungan badan dengan siapapun, ia sudah menjadi wahdat. Sebuah sumpah yang luar biasa. Sebuah penghormatan dan kepatuhan terhadap kawan dan penguasa. Sebagai balasan maka Sagopa diangkat menjadi Demang di Widarakandhang, dengan gelar Antagopa.   Dan untuk bayi yang dikandung  Yasuda akan diakui sebagai anak dari Sagopa, serta demi keselamatan Yasuda, maka identitasnya disamarkan dengan memakai nama Ken Sagopi.
Mulai saat itu, secara de jure Sagopi adalah istri dari Sagopa, namun secara de facto Sagopi tetaplah simpanan Basudewa. Setiap ada kesempatan Basudewa tentu akan mengunjungi Sagopi. Tak kurang tiap seminggu sekali Basudewa selalu berkunjung. Namun seiring diangkatnya Basudewa menjadi raja, maka Basudewa sudah tidak bisa leluasa lagi mengunjungi Sagopi, apalagi ia sudah memiliki 3 orang permaisuri, yaitu Dewaki, Rohini, dan Maera. Bahkan ketika Sagopi melahirkan, Basudewa tidak bisa hadir, dia hanya mengirim adiknya yaitu Arya Prabu Rukma untuk memberikan nama pada bayi yang baru lahir, nama bayi tersebut adalah Udawa, yang kelak menjadi patih di Dwarawati.
Sagopi tak sedikitpun menaruh dendam atau marah pada Basudewa, ia sadar bahwa posisinya hanyalah seorang rakyat dan wanita biasa. Namun ada hal lain yang dirasakan Sagopi, Arya Prabu, entah iba karena Sagopi ditelantarkan oleh kakaknya atau karena melihat kecantikan Sagopi yang tidak berkurang sedikitpun meski telah memiliki satu anak, ia menaruh hati pada Sagopi, wanita simpanan kakaknya. Sagopi pun tidak bisa mengelak bahwa ia juga seorang wanita yang butuh kesenangan biologis, mengingat suami resminya Demang Sagopa hanya bersandiwara menikahinya, maka ajakan Arya Prabu Rukma untuk memadu kasih ia terima dengan penuh gairah. Singkat waktu, Sagopi kembali mengandung, kali ini benih dari Arya Prabu Rukma. Hingga tiba waktunya melahirkan, Arya Prabu Rukma tidak pernah lagi menemui Sagopi, karena ia sudah menjadi raja di Kerajaan Kumbina bergelar Prabu Bismaka. Bayi perempuan yang baru lahir diberi nama Rarasati atau Larasati yang kelak diperistri oleh Arjuna.
Seperti De Javu, ketika perayaan kelahiran Larasati datanglah pangeran bungsu Mandura yaitu Ugrasena. Mengikuti jejak kedua kakaknya, ia juga terpesona kemolekan tubuh Sagopi yang sudah beranak dua kali itu. Kali ini pun Sagopi sudah tidak mempedulikan harga dirinya lagi, ia hanya pasrah ketika Ugrasena mulai menggunakan tubuhnya sebagai alat pemuas nafsu. Dari hubungannya dengan Ugrasena ia melahirkan anak laki – laki yang diberi nama Adimanggala, kelak Adimanggala menjadi patih di Awangga, dan Ugrasena sendiri menjadi raja di Lesanpura bergelar Prabu Satyajid.
Sagopi bukanlah wanita penggoda atau sundal yang suka merayu orang. Dia hanyalah korban feodal kaum elit. Apa daya seorang gadis desa melawan hasrat keinginan 3 bersaudara pangeran Mandura yang kini sudah menjadi 3 raja besar di Mandura, Kumbina, dan Lesanpura. Ia sudah tidak memikirkan lagi apa artinya harga diri atau perasaan seorang wanita, ia kini hanya focus pada masa depan anak – anaknya dan anak titipan dari raja Basudewa, orang yang membuatnya mengalami perjalanan hidup yang panjang dan melelahkan….

5 komentar:

  1. Widoro kandang yg di maksud apakah berada di wilayah Semin Gunungkidul?

    BalasHapus
  2. Ceritanya asyik untuk di mengerti dlm dunia pewayangan. Bisa menambah pengetahuan. Suwun.

    BalasHapus
  3. Sangat menarik. Jika ada tambahan atau versi yang lain bisa share juga yaaa.. Thanks

    BalasHapus
  4. Wiracarita nya asyik & menarik sekali.

    BalasHapus